Selasa, 16 September 2008

Menulis? Siapa Takut?

Sebelumnya, tidak pernah terbayangkan bagi saya untuk membuat blog sendiri meskipun di kantor saya ada fasilitas internet yang bisa memudahkan saya. Saya lebih suka menjadi pembaca dan penikmat blog orang lain. Blog walking dari satu blog teman ke blog teman lain di waktu luang saya. Dengan harapan saya bisa mendapat tambahan wawasan dari tulisan-tulisan mereka. Dan memang, saya banyak mendapat manfaat dari tulisan-tulisan yang saya baca. Dari resep masakan sampai tips-tips mendidik anak.

Hingga akhirnya awal September ini suami saya membuatkan blog untuk saya. Kurang lebih seminggu setelah dia daftarkan blog ini, tidak satupun tulisan yang bisa saya buat dan saya posting. Setiap hari saya ditanya suami kapan blog itu akan saya isi. Saya bilang saya gak cukup percaya diri untuk menulis. Apalagi dibaca oleh orang banyak. Suami saya bilang tulis sajalah… apapun yang ingin ditulis. Saya berpikir mungkin mudah bagi dia menulis karena kerjaannya memang jurnalis. Tapi bagi saya? Kayaknya saya gak ada bakat dech.... kata saya dalam hati.

Dulu pernah saya punya sebuah buku diary, itu terjadi saat saya masih Anak Baru Gede. Hampir tiap hari saya mengisinya. Tentu saja dengan tulisan gaya ABG yang kekanak kanakan. Apapun saya tulis di situ. Dari kejadian sehari-hari yang remeh temeh sampai masalah-masalah sekolah. Hingga suatu saat setelah selesai menulis, saya pergi karena ada urusan. Diary saya taruh di bawah bantal . Tidak tahunya, kakak saya menemukan diary tersebut dan membacanya. Saat saya kembali dan mendapatkan kakak saya sedang membaca diary saya, saya marah sambil menangis (sebenarnya, itu lebih karena rasa malu karena tulisan saya yang tidak jelas arahnya itu dibaca oleh orang lain). Alhasil, saya mendiamkan kakak saya beberapa hari karenanya. Dan sejak saat itu saya tidak mau menulis lagi.

Namun suami saya terus berusaha mendorong dan meyakinkan saya, bahwa banyak sekali manfaat yang akan saya peroleh dari kebiasaan menulis. Dengan menulis kita bisa mengasah otak, berpikir dengan cara yang lebih baik, bisa memotivasi diri dan masih banyak lagi manfaat lainnya. Karena tulisan dapat juga digunakan untuk menjadi saluran perasaan dan pendapat yang jika disimpan bisa berdampak negatif bagi pikiran dan tubuh secara fisik dan mental. Saya pikir benar juga. Kenapa saya tidak mencobanya.

Akhirnya saya putuskan untuk belajar menulis, menuangkan ide ide dan apa yang ada di pikiran saya yang mudah mudahan berguna bagi saya dan bagi orang lain yang membacanya. THANKS HUBBY !! (*)

Senin, 15 September 2008

Susahnya Cari Pembantu di Batam

Tidak lama lagi pembantu yang biasa ngurusin anak kami pulang kampung untuk berlebaran. Dengan alasan mau tinggal di kampung si Mbak ini bilang tidak akan balik lagi ke rumah kami. Kurang lebih selama 10 bulan si Mbak tinggal di rumah kami. Dan kami sudah menganggap dia seperti keluarga sendiri. Anak sayapun sudah lengket dengannya.

Tapi yah begitulah, keinginan dia berhenti kami hormati, tinggallah kami yang berusaha untuk mencari gantinya. Tidak mudah memang mencari pekerja rumah tangga di Batam ini. Mungkin karena letak pulau yang jauh yang mesti ditempuh dengan menyeberang lautan menjadikan orang berpikir dua kali untuk menjadi pekerja rumah tangga di Batam. Mungkin di pikiran mereka lebih baik ke luar negri sekalian seperti Malaysia ataupun Singapura sebagai TKW, daripada di Batam.

Kesulitan mencari pembantu rumah tangga ini bukan cuma saya yang merasakan. Banyak rekan-rekan kerja saya yang punya anak batita bilang betapa susahnya mencari pembantu untuk jaga anaknya. Kalaupun dapat, kadang-kadang bertahan bekerja 2 atau 3 bulan saja. Bahkan ada rekan saya sebut saja Mbak Yanti dalam waktu 2 tahun sudah berganti pembantu lebih dari 7 kali. Dan karena ketiadaan pembantu ini terpaksa mereka harus membawa anaknya sembari bekerja di kantor.

Bagi kami kaum ibu rumah tangga yang juga bekerja, keberadaan pembantu rumah tangga sangat penting. Dengan adanya mereka, pekerjaan rumah tangga bisa terbantu dan terutama ada yang menjaga dan mengawasi anak pada saat kami masih berkutat dengan pekerjaan kantor. Biasanya, kami mencari pembantu rumah tangga dengan cara-cara berikut :

  • Memasang iklan di media massa
    Berdasarkan pengalaman, memang banyak respon saat kita memasang iklan di media masa, namun kita harus lebih selektif dalam memilih kandidat apabila kita pilih cara ini. Karena ada beberapa pengalaman teman-teman saya, dimana yang menelpon adalah orang orang yang lagi dalam masa tunggu karena habis kontrak dari pekerjaan nya yang lama sebagai operator dan dalam tahap menunggu panggilan kontrak berikutnya. Yang seperti ini biasanya tidak akan bertahan lama. Sebaiknya pilih yang memang benar-benar mau bekerja

  • Memakai Jasa Penyalur Pembantu Rumah Tangga
    Apabila pakai cara ini kita diharuskan mengeluarkan sejumlah uang sebagai deposit kepada Agen penyalur PRT yang kita pilih. Sebaiknya pilih agen PRT yang terdaftar demi keamanan. Dan sedikit cerewet pada saat meninterview calon pembantu yang akan kita pilih saya rasa merupakan yang terbaik agar kita lebih tahu latar belakang calon tersebut.
  • Mendatangkan pembantu sendiri dari Kampung.
    Ada beberapa orang yang lebih memilih untuk memakai cara ini. Biasanya calon pembantu orang yang sudah kita kenal atau setidaknya ada referensi dari saudara atau teman tentang orang tersebut. Cara ini cukup ribet dan agak lama memang. Kita harus cari informasi dulu apakah ada calon kandidat yang bisa kita rekrut. Belum lagi kita harus menyediakan dana yang cukup untuk membelikan tiket mereka. Saya pribadi lebih suka cara ini. Rasanya lebih nyaman meninggalkan buah hati kita kepada orang yang kita tahu asal usulnya.

Bagaimanapun, cara-cara di atas pasti ada sisi plus dan minusnya. Tetapi ada atau tidak ada pembantu, anak adalah tanggung jawab kita sepenuhnya. Dan hidup harus tetap berjalan seperti biasa. (*)

Makaryo Ngupoyo Upo

Kalau anda bukan orang Jawa, anda pasti bertanya. Kalimat apakah itu? Makaryo ngupoyo upo adalah bahasa Jawa yang kalo diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya: bekerja mencari sebutir nasi. Kalimat ini saya temukan dalam friendster seorang sahabat untuk menamai salah satu koleksi fotonya saat dia sedang bekerja di kantornya.

Saat saya baca pertama kali kalimat itu membuat saya tertawa ngakak karena makaryo ngupoyo upo itu kesannya seseorang yang bekerja sangat keras dengan keringat yang bercucuran hanya untuk mendapatkan sesuap nasi. Sementara dia sekarang bekerja di sebuah perusahaan multinasional yang cukup bonafid yang memproduksi salah satu merek sepatu olah raga terkenal (sehingga saya membayangkan berapa upo yang dia kumpulkan).

Dewi, teman saya tersebut tumbuh dalam lingkungan keluarga dengan pedidikan agama Kristen yang kuat. Ayahnya adalah seorang guru SMP, dan ibunya seorang ibu rumah tangga biasa. Ia adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Dengan kehidupan ekonomi yang bisa dibilang pas-pasan dibandingkan dengan jumlah anak yang harus dibiayai dan disekolahkan.

Entah kenapa (barangkali ini adalah warisan genetic) dewi bersaudara rata rata berotak cemerlang. Sekarang saudara-saudara nya sudah bekerja di tempat yang cukup bagus dengan kehidupan yang cukup mapan. Bahkan ada beberapa saudara dewi yang berkesempatan untuk kuliah di luar negri atas biaya instansi tempat mereka bekerja.

Kerja keras dan pantang menyerah adalah kunci dari kesuksesan yang diwariskan oleh ayahnya. Selain mengajar pagi di sebuah SMP negri di Surakarta, sorenya, sang ayah sibuk mengajar privat beberapa anak sekolah di rumahnya. Di depan rumah mereka, disediakan bangku berderet-deret layaknya ruang kelas, yang tiap sore ramai dengan anak anak yang datang untuk belajar. Dan semangat kerja keras dan pantang menyerah itu menurun juga ke dewi dan saudara saudaranya.

Pernah waktu kami mendaki gunung bersama, saat kami sudah kepayahan dan hampir menyerah.. dia selalu bilang, ''Ayo.. kamu pasti bisa!!'' sambil menarik tangan saya dan kami berjalan tertatih tatih. Hingga akhirnya sampai juga kami ke puncak Gunung Sindoro yang sebelumnya tidak terbayangkan oleh kami akan berhasil melaluinya. Dan itulah yang saya suka dari dia. Selalu menebarkan semangat di sekelilingnya. Seorang teman yang saya kenal sangat ulet dan optimis dalam menjalani kehidupan. Teman yang saya kenal sejak saya sekolah di SMP di Surakarta dan ketemu lagi waktu kami sama sama kuliah di salah satu perguruan tinggi di Solo. Seorang yang sedikit introvert tapi kalo bercanda sangat smart dengan joke jokenya.

Begitulah, orang tua dewi memang bukan satu satunya contoh orang tua yang dalam keterbatasan berhasil mengantarkan anak-anak mereka ke gerbang keberhasilan, masih banyak orang tua-orang tua yang dengan kerja kerasnya mampu membuat anak mereka lebih baik dari yang bisa mereka capai. Mereka tidak perlu seorang motivator melakukan itu. Rasa cinta yang tulus terhadap keluarga yang menjadi api sumber motivasi yang tidak pernah padam. Cinta memang bisa mengubah dunia. Dan ini sangat menginspirasi saya. Bagaimana saya harus belajar pada mereka. Untuk menjadikan generasi saya lebih baik dari yang bisa saya gapai sekarang. (*)

Kamis, 11 September 2008

Stay the Same

Don't you ever wish you were someone else,
You were meant to be the way you are exactly.
Don't you ever say you don't like the way you are.
When you learn to love yourself, you're better off by far.
And I hope you always stay the same,
cuz there's nothin' 'bout you I would change.

I think that you could be whatever you wanted to be
If you could realize, all the dreams you have inside.
Don't be afraid if you've got something to say,
Just open up your heart and let it show you the way.

Believe in yourself.
Reach down inside.
The love you find will set you free.
Believe in yourself, you will come alive.
Have faith in what you do.
You'll make it through.

(salah satu lagu favorit kami di rumah, dari Joey McIntyre)

Selasa, 09 September 2008

Aku Ingin


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(puisi ini karya Sapardi Djodo Damono. Kami cetak di kartu undangan pernikahan kami, 26 Desember 2005)