Minggu, 19 Oktober 2008

Jombong... Oh.. Jombong

Bagi saya, mawar adalah bunganya bunga. Bunga mawar begitu indah di mata saya. Saya merasa senang setiap kali memandangnya. Apalagi mencium aromanya, mengingatkan saya pada masa di saat saya menjalani program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di semester akhir saya dulu.

Saya mengikuti program KKN yang diwajibkan oleh kampus saya, di Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 1998. Pada saat itu nilai KKN menjadi salah satu nilai pokok syarat kelulusan untuk mendapat gelar sarjana. Lokasi KKN ditentukan oleh pihak universitas. Beberapa teman saya bilang kalau kita mau dapat tempat lokasi KKN yang enak dalam artian dekat dengan kota dan bukan desa yang terpencil kita harus meloby ke pihak tata usaha universitas. "Wah.. itu namanya KKN diatas KKN dong...” kata saya. “ Yah.. namanya usaha” ujar teman saya membela diri.

Begitulah, mungkin karena saya termasuk diantara mahasiswa yang “tidak berusaha” saya mendapat lokasi KKN yang sangat jauh dari kota. Desa Jombong namanya, ia masuk wilayah kecamatan Cepogo, kabupaten Boyolali. Sebuah desa yang terletak dilereng gunung Merbabu. Kami satu kelompok terdiri dari 6 orang mahasiswa, yang berasal dari fakultas yang berbeda – beda. 3 laki – laki dan 3 perempuan. Ada yang dari kedokteran, FISIP, FKIP, Pertanian, dan sastra. Saya sendiri dari jurusan ekonomi.

Pertama kali kami meninjau lokasi KKN, kami kesulitan menemukan desa tersebut. Sempat kami nyasar beberapa kali. Herannya setiap kami bertanya kepada penduduk setempat kemana arah ke desa jombong mereka selalu bilang “ Oh.. desa jombong ya dik. Itu sudah dekat kok. Dibalik desa sebelah..” . Tapi setelah kami cari ternyata masih jauh lagi. Teman saya bilang mungkin bagi penduduk yang kami tanya tadi dekat itu sama dengan satu lompatan kaki jin, makanya buat kita jauh. Saya tertawa mendengarnya. Pada akhirnya kami sampai juga di desa tersebut.

Desa Jombong memiliki pemandangan yang sangat indah. Apa lagi saat matahari terbenam. Puncak merbabu tampak begitu dekat. Kebun - kebun penduduk banyak ditanami pohon mawar. Mayoritas penduduk desa Jombong adalah petani tembakau dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Selama kami menjalani program KKN, kami tinggal dirumah bapak sekretaris desa Jombong. Pak Sekdes mempunyai dua orang istri. Istri tua tinggal dirumah yang terletak didepan, sedang istri mudanya tinggal dirumah belakang. Jarak rumah depan dengan rumah belakang dipisahkan oleh halaman yang dijadikan sebagai tempat jemuran. Saya tidak tahu apa resep pak Sekdes sehingga kedua istrinya bisa rukun seperti itu.

Kami berenam tidur dirumah istri tua. Sedangkan untuk makan, kami makan di tempat istri muda. Karena beliaulah yang memasak makanan kami. Hampir setiap pagi setelah sholat subuh, saya dan teman – teman wanita jalan - jalan pagi menikmati indahnya pemandangan dijombong. Hembusan angin yang membawa aroma mawar dari kebun – kebun penduduk, dan sejuknya embun pagi terasa sangat menenangkan. Pernah waktu jalan pagi pertama kami, kami kesenangan melihat banyaknya bunga mawar yang bemekaran di kebun. Dengan antusias kami memetik bunga mawar itu. Kami taruh dalam gelas yang diisi air untuk menghias ruangan kami. Baru siangnya kami tahu, teryata bunga mawar itu ditanam bukan untuk hiasan seperti biasanya dirumah kami sendiri, namun dijual oleh ibu sekdes ke pasar sebagai bunga tabur. Kami merasa sangat bersalah waktu mengetahuinya, dan kami tidak lagi memetik mawar – mawar itu hanya sekedar menikmati aroma dan keindahannya saja.

Selama satu bulan menjalani masa KKN kami merasa betah. Kami mengisi program KKN kami dengan program – program pengabdian masyarakat antara lain : Posyandu lansia, Posyandu Balita, Penyuluhan kesehatan, Pendataan penduduk dan Bazar murah. Khusus untuk program penyuluhan, kegiatan dilakukan diwaktu malam hari sekitar jam 19.00. karena siang hari penduduk sibuk berladang. Kami harus berjalan kaki malam - malam untuk menuju dusun - dusun yang terletak di wilayah desa jombong. Dusun satu dengan dusun lainnya letaknya saling berjauhan dan dipisahkan oleh ladang penduduk. Pada waktu itu kami agak takut juga berjalan di keremangan malam, tanpa ada penerangan lampu jalan. Hanya cahaya bintang dan lampu senter yang menerangi perjalanan kami. Kadang – kadang sayup - sayup terdengar suara aneh seperti suara gamelan atau musik. Saya pikir mungkin itu suara – suara yang berasal dari desa lain yang terpantul oleh alam pegunungan sehingga suaranya bisa jadi aneh seperti itu. Namun kami senang dengan kegiatan tersebut, karena penduduk menyambut kami dengan ramah, dan antusias bertanya kepada kami hal - hal yang mereka ingin tahu. Apabila tidak ada jadwal penyuluhan biasanya kami duduk diatas dipan besar sambil membantu ibu sekdes memisahkan bunga cengkeh yang baru dipetik dari kebun belakang dari gagangnya. Baru kali itu saya melihat bunga cengkeh segar. Harum sekali baunya. Kadang kami melihat Bapak - bapak yang sedang mengiris tembakau hasil panen mereka untuk di jemur esok hari.

Masa KKN selama satu bulan itu sangat membekas di hati saya dan teman teman. Namun setelah angkatan saya program KKN dihentikan. Padahal banyak manfaat yang kami peroleh dari program tersebut. Dan dari program itulah saya bisa sampai di desa Jombong. Hingga sekarang saya masih rindu dengan suasana desa itu. Ingin suatu saat saya bisa mengunjungi desa itu kembali. Sekedar untuk bersilaturahmi dan mencium harum mawarnya. (*)

Kamis, 16 Oktober 2008

Full Time Mother Vs Working Mother

Disuatu pagi, disaat saya harus berangkat kerja, langkah saya tertahan oleh anak saya yang menangis meraung raung minta ikut. ” Itut unda….. Itut unda…” katanya dengan bahasa yang masih cadel sambil menjulurkan tangan minta digendong. Berat hati saya meninggalkan dia, namun tidak mungkin bagi saya tidak masuk kerja pada hari itu, akhirnya saya gendong dia dan kami memutari kompleks perumahan sambil naik motor. Saat duduk di motor, dia peluk saya dan tidak mau duduk sendiri seperti biasanya ketika kami sedang jalan-jalan. Setelah sampai didepan rumah kami, saya serahkan anak saya ke pengasuhnya. Kembali anak saya menangis minta ikut. Bahkan lebih nyaring dari sebelumnya. Namun saya harus berangkat kerja, dengan rasa sedih saya meninggalkan dia yang masih menangis sambil memanggil nama saya.

Sepanjang perjalanan ke kantor pikiran saya masih tertuju pada anak saya. Seandainya saja saya seorang ibu rumah tangga biasa yang tidak bekerja, tentu saya bisa menemaninya sepanjang hari. Mungkin saat ini, hal itulah yang diinginkan anak saya. Teringat saya dengan seorang karib saya, yang akhirnya memutuskan resign dari tempat kerjanya sebagai Staff Accounting di sebuah hotel di kota solo, karena tidak sanggup berpisah dengan anaknya untuk bekerja. Di tempat kerjanya, teman saya ini selalu membayangkan dan mengkhawatirkan anaknya. Setiap saat dia sibuk menelpon menanyakan keadaan anaknya. Bagaimana makan anaknya, tidurnya, dan sebagainya. Hingga akhirnya dia memutuskan memilih menjadi seorang full time mother, menjadi ibu rumah tangga saja dan tidak bekerja. Baginya, lebih baik dia mengajukan surat pengunduran diri karena dia merasa sudah tidak bisa lagi berkonsentrasi saat harus menyelesaikan pekerjaan- pekerjaan kantor.

Namun untuk sekarang ini belum saatnya bagi saya untuk mengikuti jejak langkah dia. Menjadi seorang Full time mother. Tingginya biaya hidup, dan makin banyaknya kebutuhan rumah tangga menjadi dasar pertimbangan saya. Selain itu, selagi Tuhan masih memberi peluang dan membuka kesempatan kepada saya untuk membantu suami mencari nafkah, kenapa saya sia – siakan. Yang jelas semuanya saya lakukan demi keluarga. Demi anak saya.

Menjadi seorang full time mother ataupun working mother adalah sebuah pilihan. Keduanya sama - sama mulia. Masing – masing mempunyai konsekwensi tersendiri. Yang jelas, apapun pilihan kita, kita harus selalu berusaha memperluas cakrawala berpikir, mencari informasi dan ilmu sebanyak – banyaknya, agar kita bisa mencapai tujuan akhir kita, menjadi ibu yang baik.

Dengan Menyebut Nama Allah


Dengan Menyebut Nama Allah
Jalani Hidupmu

Yakinkan Niatmu
Jangan Pernah Ragu

Dengan Menyebut Nama Allah
Bulatkan Tekadmu
Menempuh Nasibmu
Kemanapun Menuju

Serahkanlah Hidup Dan Matimu
Serahkan Pada Allah Semata
Serahkan Duka Gembiramu
Agar Damai Senantiasa......... Hidupmu

( Lirik lagu karya Dwiki Darmawan )

Minggu, 12 Oktober 2008

Berpikir Positif

menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersukurlah pada yang kuasa
cinta kita di dunia ......... Selamanya

Bait diatas adalah bagian dari lagu theme song film Laskar pelangi yang dinyanyikan oleh Group Band Nidji. Saat ini Filmnya sedang di putar di bioskop – bioskop seluruh Indonesia. Sebuah film yang penuh inspirasi.

Memang, dunia tidak seindah surga, dan hidup tidak selalu indah. Saat roda kehidupan sedang bergulir diatas dan kebahagian sedang meliputi hati kita, kadang kita lupa diri. Namun pada saat roda kehidupan sedang bergulir ke bawah kita meratap – ratap, dan kita merasa sebagai orang yang paling malang didunia. Begitulah manusia… tempat khilaf dan lupa.

Bagaimanapun selama kita masih bernafas, roda kehidupan akan selalu berputar. Tangis dan tawa akan datang silih berganti, karena hidup selalu berubah. Saat kesenangan datang kita harus belajar bersyukur atas anugerah yang maha kuasa, dan saat kesedihan datang, semestinya kita harus belajar berpikir positif . Mungkin Tuhan sedang menegur kita, karena Dia sayang kita. Agar kita bisa memperbaiki diri dan merenungi hidup yang telah kita lalui. Sehingga kita tidak menjadi manusia yang jumawa, dan mau belajar dan terus belajar. Agar kedepan kita bisa lebih baik dalam menjalani peran kita sebagai hambaNya.

Kamis, 09 Oktober 2008

Dua Bait Sajak Tiga Larik

















AKU batang lilin dan kau sumbu,
api yang menyala itu tak tahu bahwa
terang cahayanya adalah cinta kita.

AKU akar pohon dan kau dedaunan,
tangkai yang rapuh itu tak tahu bahwa
bunga yang mekar padanya adalah cinta kita.


( sajak karya Hasan Aspahani)

Jangan Khawatirkan Esok

Beberapa minggu kemarin sebelum kepulangan pembantu saya ke kampung halamannya di Palembang, saya pusing memikirkan bagaimana nanti kalau setelah kepulangan dia saya belum dapat pembantu pengganti. Bagaimana saya harus menyiapkan segala sesuatu menjelang Lebaran dan bagaimana anak saya nanti kalau saya tinggal bekerja. Kadang sampai malam, pikiran saya sibuk dengan kekhawatiran-kekhawatiran ini. Yang paling mengkhawatirkan saya adalah anak saya. Dengan siapa nanti dia saya tinggal di rumah, dan membayangkan dia harus beradaptasi dengan orang baru.

Namun ternyata apa yang kita khawatirkan kadang tidak terjadi. Seperti halnya saya. Pada saat saya menitipkan anak saya ke tempat kakak saya, karena saya harus masuk kerja. Ternyata kakak saya sedang dititipi pekerja rumah tangga yang sebelumnya kerja di Malaysia. Namun karena izin kerjanya belum selesai dia transit dulu ke Batam. Melihat kerepotan saya, kakak saya mengizinkan saya membawa si mbak tersebut ke rumah saya, untuk sementara membantu saya di rumah dan membantu menjaga anak saya, sebelum saya mendapatkan pembantu tetap.

Alhamdulillah saya ucapkan. Dan saya tersadar akan kesalahan saya. Bahwa seharusnya saya tidak boleh terlalu mengkhawatirkan hari esok. Bahwa seharusnya saya memasrahkan masalah hidup saya kepada Tuhan. Karena hanya melalui izin-Nya lah segala bantuan akan datang. Bantuan yang benar-benar tidak kita sangka dari mana arah datangnya. Memang, hidup bukanlah hitungan matematika. Seperti pernah saya baca dalam buku La Tahzan karangan Aidh Al-Qarni, bahwa kita tidak perlu terlalu memikirkan dan mengkhawatirkan pada apa yang akan terjadi besok. Karena hari esok itu milik Tuhan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di esok hari. Apakah kita masih hidup atau tidak. Yang perlu kita isi dan manfaatkan dengan sebaik-baiknya adalah segala anugerah yang diberikan Tuhan dihari ini.

Seperti orang bijak bilang... Yesterday is A history, Tomorrow is a mistery, and Today is a Gift... That 's why it is called PRESENT. (*)