Minggu, 27 Juni 2010

Till Death Do Us A Part

Perkawinan adalah sesuatu yang rumit untuk dipahami. Sangat rumit. Bagaimana tidak rumit, jika didalamnya bersatu 2 orang dengan latar belakang keluarga yang berbeda, yang dididik dengan cara berbeda,sehingga menghasilkan individu dengan sifat, karakter, dan pandangan hidup yang berbeda pula.

Kita semua tahu bahwa dalam mengarungi bahtera pernikahan dibutuhkan kesiapan baik mental maupun fisik. Bukan sekedar materi belaka. Namun kadang saat kita sudah menemukan orang yang kita rasa cocok dan kita memutuskan menikah, biasanya kita hanya sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan acara pesta pernikahan kita, dan kita melupakan 1 hal utama : kesiapan mental kita untuk memberikan komitmen penuh atas keputusan kita untuk menikah.

Yaa.. saat sudah sah dinyatakan sebagai suami istri, berarti kita telah mengikatkan diri kita pada komitmen seumur hidup untuk membina keluarga yang sakinah mawadah warrahmah. Komitmen seumur hidup. Bukan sehari, seminggu atau setahun! Saya setuju dengan pernyataan Bondan Winarno bahwa saat kita menikah bukan lagi cinta yang kita bahas didalamnya tapi lebih dari itu, komitmen dulu baru cinta. Komitmen untuk menghargai pasangan, komitmen untuk setia, komitmen untuk selalu selalu bekerja sama membesarkan dan mendidik anak anak, dan komitmen untuk terus menjaga perkawinan sampai akhir hayat.

Untuk itu dibutuhkan banyak kesabaran dan kerjasama suami istri dalam menempuh Jalan perkawinan yang panjang dan sangat berliku. Banyak masalah yang menghampiri, dari masalah materi, mengurus anak, keluarga besar dan sebagainya. Namun semakin kita berhasil melalui suatu masalah semakin kuat ikatan yang terbina antara suami dan istri.

Saat awal pernikahan biasanya kita akan menghadapi masalah yang berkenaan dengan sifat dan karakter pasangan. Karena semua watak asli kita akan keliatan. berbeda saat pacaran, yang kita perlihatkan hanya kebaikan kita saja. Keburukan kita biasanya kita simpan rapat rapat. Disinilah kita mulai belajar. Belajar untuk menerima kekurangan pasangan. Belajar bertoleransi dalam arti yang sebenar – benarnya. Kita tidak bisa menuntut diberi pasangan yang sempurna, karena diri kita juga tidak sempurna. Dan yang pasti kita harus selalu berusaha menjaga komitmen pernikahan kita, sampai maut menjemput.

Tidak ada komentar: